hari ini aku memilih lupa
pada jalan setapak dan udara hangat
di sana,
saat awan cumulonimbus menari
trembesi tua memberi celah
kepada matahari
yang menyamarkan warna pipi
setiap kali kita mencetak jejak-jejak kaki
pada tanah basah
dan merekam arti mata
dalam otak yang masih dingin
hari ini aku memilih lupa
pada suara ketukan dua kali di pintu
kala matahari malu dan jatuh
melihat kita terbang berpeluh
menuju Dachstein
bersembunyi
berharap Tuhan luluh
dan berkata: “dosa itu tiada”
hari ini aku memilih lupa
pada wajahmu yang pecah
oleh perempuan lain
yang memunguti serpihan
dengan sabar
sementara lembar-lembar kertas usang
pusat tinta dan bulir airku berpadu
melumpuh
hari ini aku memilih lupa
seperti kamu di hari itu yang memilih lupa
ketika aku menanyakan jalan pulang
aku tersesat, sayang
Cilegon, 30 Juli 2012
16.07