Matahari Avianti, Matahari Kami

Kemarin, melewati jalan tol pondok indah, ada satu butir matahari bulat besar berwarna jingga, jadi ingat salah satu puisinya avianti:

Satu Matahari

Dibatas itu aku memilih menjadi buta.
Kenapa? Tanyamu.

Setahun yang lalu aku telah melihat sesuatu
Yang tak seharusnya kulihat
Mereka bilang; matahari.
Mataku menangkap; Dia.
Tubuhku seketika mengerang oleh cahaya yang terlalu terang. Dan terlalu gelap.
Lalu dia bergantian mendenyutkan ingin yang akut—seperti desah dalam lipatan daging.
Terang-gelap-terang-gelap.
Cadar ini terlalu tipis untuk menyembunyikan rasa.

Apa yang kau lihat dijalan itu?
Genangan air yang jadi hijau?
Merah kataku. Hujan merah.
Dibalik garis-garis basah,dia indah
Dan selamanya berpendar.
Disini, gambar-gambar memudar.

Setelah itu mereka mencoba menghilangkan cahaya dari ingatanku.
Tapi aku masih bisa merasakan panasnya.
Kata mereka Cuma ada satu matahari.
Kataku, itu milkku.
Dan aku tak mau berbagi.

Dibatas itu aku memilih menjadi buta.
Kenapa? Tanyamu.

Entahlah. Mungkin cinta memang begitu.

*untuk perempuan2 dan laki2 kesayanganku, lain kali sedia kacamata hitam yaa atau di rumah aja deh kalau gak kuat silau 😛

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar